Hikmah Kehidupan Blog

Home » hikmah » Kunci Kesempurnaan Manusia.

Kunci Kesempurnaan Manusia.

ujian-hidup          Para filosof sejak dulu mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berfikir. Mereka memahami bahwa esensi manusia tidak terlepas dari unsur Hewaniah (kebinatangan) yang merupakan sisi persamaan antara manusia dengan jenis binatang lainnya, dan Natiqiyah (pola fikir) yang membedakan mereka dari makhluk selainnya. Berdasarkan ini, para filosof menyimpulkan bahwa dalam waktu yang sama manusia adalah manusia (yang memikul unsur-unsur kemanusiaan) dan binatang (yang memiliki unsur-unsur kebinatangan).

           Di sisi lain, para teolog berpendapat bahwa manusia adalah eksistensi yang memiliki dimensi akal dan tabiat (potensi) seperti ghadab (marah), syahwat, dan hawa nafsu. Yang dengan kolaborasi kedua dimensi tersebut, manusia bisa melejit ke puncak kesempurnaannya yaitu kemanusiaannya, atau sebaliknya mendarat di dasar kehinaannya yaitu kebinatangannya. Semuanya tergantung bagaimna mereka memahami dan memanfaatkan kedua dimensi ini.

          Lantas bagaimana manusia memanfaatkan potensi yang dimilikinya agar sampai kepada kesempurnaannya dan terhindar dari lubang kehinaannya?.

           Jawaban atas pertanyaan ini sejak lama telah diajukan oleh sang pemimpin spritual manusia setelah nabi SAW, yaitu Imam Ali As. Dalam salah satu perkataannya beliau menjelaskan, “Sesungguhnya Allah azza wa jalla memberi malaikat akal tanpa syahwat, dan memberi hewan (binatang) syahwat tanpa akal, dan memberi manusia akal dan syahwat. Barang siapa yang menjadikan akalnya pemimpin atas syahwatnya, maka dia lebih mulia dari malaikat. Dan barang siapa yang menjadikan syahwatnya pemimpin bagi akalnya, maka dia lebih hina dari binatang,”

           Hadits ini dengan gamblang menjelaskan bahwa satu-satunya jalan agar manusia mampu mencapai kesempurnaannya adalah dengan menjadikan akal sebagai pemimpin bagi potensi lain yang ada dalam dirinya. Yaitu menjadikan akal sebagai satu-satunya filter yang senantiasa mengontrol dan mengatur segala aktivitas potensi-potensi tersebut. Dengan demikian, segala aktivitas dan prilaku manusia akan sesuai dengan akalnya.

Dalam kumpulan Sya’irnya Ali bin Abi Thalib menjelaskan,

Paling utama pemberian Ar-Rahman kepada seseorang adalah akalnya

Kebaikan apapun tidak menyerupai keutamaannya

Jika Dia menyempurnakan akalnya

Maka sempurnalah akhlak dan budi pekertinya

Kesempurnaan akal menghiasi seorang pemuda di sosialnya

Meski dia kekurangan dalam pendapatannya.

Hinalah sosial orang yang kurang akalnya

Meski keturunan dan kedudukan membesarkannya.

          Namun, jika manusia lebih mengutamakan potensi lain (seperti syahwat) dari akalnya, maka dia akan terjatuh ke dasar kehinaannya. Hal ini karena akal yang seharusnya menjadi filter dalam setiap aktivitasnya, malah menjadi mesin penghasil yang menunjang kerakusan syahwat dan kehausan hawa nafsunya.

            Konsekuensi logisnya, kehidupan mereka akan senantiasa diwarnai dengan akhlak dan budi pekerti yang buruk dan tercela. Hal ini, karena kelaziman pertama dari mengikuti hawa nafsu dan syahwat yang ditunjang oleh kecerdasan akal adalah lahirnya sifat-sifat tercela seperti rakus, pemarah, hasud, iri dan dengki, munafik, dan sifat-sifat tercela lainnya yang menghantarkan mereka ke lubang kehinaan.

            Karenanya, Al-Imam As menegaskan, ” barang siapa yang menjadikan syahwatnya pemimpin dalam jiwanya, maka dia lebih hina dari binatang.”

           Berdasarkan hal di atas, jelaslah bahwa faktor utama kesempurnaan seseorang terdapat dalam dirinya, begitu juga sebaliknya. Tinggal bagaimana dia memanfaatkan dan mengoperasikan faktor tersebut, apakah dioperasikan kejalan kesempurnaannya, atau sebaliknya.

 


1 Comment

  1. John Ali says:

    MasyaAllah, bertambah lagi ilmu ana. Makasih yah admin😊

    Like

Leave a comment