Hikmah Kehidupan Blog

Home » hikmah

Category Archives: hikmah

Archives

Cintailah Orang-orang Yang Sempurna.

maxresdefault

Assalamu’alaikum
     Hai sobat, bagaimana kabar Anda ?, semoga Allah memberikan kesehatan selalu untuk Anda semua, dan tak lupa besyukur atas Nabi Allah Rasulullah dan juga orang-orang pilihan-Nya yang telah memberikan pelita untuk jalan kita menuju Allah Swt.

    InsyaAllah, pada bulan Rajab dan penuh berkah ini, saya ingin mengupas “Apa itu Cinta dan Siapa yang berhak dicintai?” sobat-sobatku yang sama dicintai-Nya, kenapa saya ingin membahas tema cinta pada bulan suci ini, karena saya ingin mengajak kalian untuk mengenal siapa yang seharusnya dicintai!.

    Sobat-sobatku yang dicintai Allah, sebenarnya saya bingung ingin memulai dari mana untuk membahas tema ini?, karena cinta itu menyentuh perasaan, so, sulit untuk saya menulis tentangnya, tapi bagaimana kalau kita bahas dengan secara umum saja, ok !

     Sob, saya ingin bertanya pada Anda. Apa  itu cinta? Apakah cinta itu ada atau tidak ada? Jadi, kebanyakan orang-orang yang mendefinisikan cinta itu: “cinta itu buta, cinta itu hidup, cinta itu melihat, cinta itu mendengar, cinta itu merasakan kelezatan dan kepahitan, cinta itu bisa menciptakan sesuatu yang besar, dengan cinta dunia bisa menjadi syurga”, jadi banyak orang yang mengartikan cinta. Kalau pendapat saya sendiri, cinta itu “bagaikan wujud yang tidak ada batasnya”.

    Oh iya sob, apakah untuk merasakan cinta ini ada tahapannya? Dan apakah ada tahapan setelah cinta?. Iya, kita memerlukan tahapan-tahapan tertentu menuju cinta bahkan lebih dari cinta.

   Kita analogikan atau nisbatkan pada orangtua kita, jadi mereka itu sebelum menikah merasakan tahapan-tahapan berikut ini;

  • Rasa Simpati

         Awal-awalnya kedua orangtua kita saling memperhatikan dari sisi segi manapun, mereka itu memperhatikan cara barjalanya, mengenakan pakaian, cara berbicarnya, bahkan kedipan matapun diperhatikan, hemmmm, hebat iya orang tua kita, hehehehe.

  • Rasa Suka

      Muncul rasa simpati, selesai saling memperhatikan satu dengan yang lainnya, kemudian muncul rasa suka pada diri masing-masing orangtua. Meraka saling bercerita, saling ketawa-ketiwi, dan banyak hal yang meraka lakukan dari hal itu.

  • Rasa Cinta atau Hasrat

       Pada tahapan ini muncul rasa cinta, setelah saling menyukai, cinta ini bagaikan khatam (cin-cin), khatam itu bentuknya bulat, separo cinta ibu  dan separonya lagi cinta bapak, dan ketika itu menyatu cinta mereka, itulah khatam cinta, yang tidak ada celah untuk memisahkannya, mereka saling melebur, saling menyempurna, dan tahapan inilah mereka menikah.

  • Kasih Sayang

       Sob, jadi terdapat tahapan setelah cinta, yaitu kasih sayang. Dengan  kasih sayang inilah meraka telah membesarkan kita sampai sekarang ini, mereka sudah benar melebur menjadi khatam, tidak akan bisa yang memisahkan mereka, dan terwujudlah kata-kata ini “Engkau menjadi aku dan aku menjadi engkau”, kata-kata yang sangat keren sob.

  • Kasih Sayang Hakiki.

          Dan inilah sob, kasih sayang hakiki, ketika mereka sudah benar melebur dan menjadi satu dan di tengah-tengah mereka terdapat Allah Swt, maka khatam cinta itu semakin berwarna dan kokoh.

         Mereka selalu mengatakan, “Aku mencintaimu dan engkau mencintaku”. sungguh meraka saling merasakan lezat dan manisnya cinta.

Oleh karena itu sob, Allah Swt telah menjanjikan dalam kitab suci-Nya;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kena-mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).

        So, jangan takut tentang jodoh sob, kita hanya perlu ikhtiar mencari pasangan yang cocok dengan diri kita.

  Sobatku yang dicintai Allah, semua itu hanya muqaddimah untuk masuk pada pembahasan kita. Ok sekarang kita masuk pada pembahasan kita, jangan lupa simak dengan baik, karena ini menyangkut masa depan Anda semua.

mahambbah (cinta) terbagi menjadi dua:

  • Hakiki Kamal (Kesempurnaan)
  • Nisbi (relatif), dibagi menjadi dua: insani (manusia) dan hayawani (hewan)

     Pertama kita bahas mahabbah nisbi insani dulu. Mahabbah nisbi insani yaitu cinta terhadap manusia, tapi yang saya maksud adalah benar-benar manusia, yang dimana dalamnya dirinya tidak memiliki sifat kehewanan

   Sob, bagi Anda yang mempunyai umur  berpotensi untuk bisa menikah, maka hati-hatilah untuk memilih pasangan Anda, setidaknya Anda harus teliti terhadap pasangan Anda. Kalau boleh saran, saya akan menyarankan“cintailah kekasih Anda yang terdapat dalam dirinya sebuah keabadian yang bisa bermanfaat di dunia dan akhirat dan juga Anda tidak akan mengalami kebosanan dalam rumah tangga Anda, saya yakin ketika Anda menikah, Anda akan melingkupi sakinah mawaddah wa rahmah, ooh iya, terus apa sih keabadian dalam dirinya itu? Keabadian dalam dirinya itu semisal, Anda tidak boleh melihat fisiknya, kekayaanya, kecantikannya, dan yang lainnya yang berbau materi. Anda harus menengok kekasih yang dia itu dekat dengan Allah, kecerdasaanya terhadap agamanya, dan yang terakhir kemulian dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya” gimana sob pada tertarik gak? Hehehehe.

      Dan yang kedua ini adalah mahabbah nisbi hayawani. Ini sob, kebalikan dari yang di atas, sebenarnya ketika kita meyakini Allah yang Maha Abadi, dan kita juga telah mengetahui bahwa kita tidak akan kekal, itu tidak terlepas dari hukum kausalitas. Kita yang bermateri ini tidak bisa hidup abadi. Oleh karena itu, ketika kita mencintai kekasih kita kerna kecantikan, kelembutan wajahnya, dan putih kulitnya, hidungnya yang mancung, kemudian kita memandang dari segi ekonominya dan banyak hal ketika memandang karena ada unsur materi dalam diri kekasih kita.

     Cinta ini tidak akan mengantarkan kita dalam kenyamanan berkeluarga, kerana kenapa? Iya itu, kerana di dalamnya ada unsur materinya, sedangkan ketika kita mencintai yang bermateri pasti akan merasa bosan dan cepat hilang rasa cintanya. Maka kita akan mengatakan, “ketika kita mencintai kekasih kita karena adanya unsur materi dalam dirinya berarti kita mencintai dengan hawa nafsu kita, sedang dengan menggunakan hawa nafsu sama dengan cintanya sepasang hewan”.

    Sob, kita harus mengetahui bahwa cinta sulit didefiniskan, kecuali dengan cinta lagi, ketika kita mencinta seseorang, pasti kita sudah fana terhadapnya, meskipun orang membisikan kepada kita tentang keburukan kekasih kita, kita tidak mau mendengarnya, karena kita sudah sangat mencintai, meskipun kecacadan pada kekasih kita bisa menjadi fakta juga.

    Kemudian siapa yang tidak memiliki kerusakan atau kekurangan? Apakah ada orang yang tidak memiliki kekurangan?

     Iya sob, ada  orang yang paling sempurna dan tidak memiliki kekurangan dalam dirinya, mereka sangat suci dan tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun, apakah Anda ingin mengetahui siapa mereka?

    Iya, mereka adalah Rasulullah, Sahabatnya yang setia, dan juga keluarga Rasulullah, mereka semua adalah manusia yang paling sempurna, maka dari itu sob, belajarlah, pahamilah, dan ketahuilah mereka, karena mereka menyimpan cinta yang hakiki.

    Mahabbaah hakiki kamaladalah;, hakiki di sini adalah objek yang dicintai di dalamnya tidak memiliki kecacadan sedikitpun dan mereka sempurna dalam segala hal apapun. Jadi, cinta itu bersifat baik, mulia dan sempurna, maka cintailah wujud yang sempurna, maka Anda tidak akan mendapatkan kecacadan sedikitpun dalam cinta Anda.

   Dan Allah telah menegaskan kepada kita semua untuk mencintai Rasulullah dan keluarganya. Dia berfirman dalam kitab-Nya;

لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ

Aku tidak meminta kepdamu sesuatu upahpun atas seruanku, kecuali cinta terhadap keluargaku.(QS as-Syura: 23)
Ayat di atas ini menceritakan; ketika para sahabat Rasulullah datang membawa harta banyak, dengan tanda rasa terimakasih atas perjuangan Rasulullah, tapi Rasulullah tidak menerimanya, Rasulullah hanya meninta untuk mencintai keluarganya.

      Anda yang merasa umatnya Rasulullah dan kita sebagai makhluk sosial, hendaknya kita harus mencari tahu siapakah keluarga Rasulullah itu? Karena banyak pendapat yang mengartikan keluarga Rasulullah, tapi jangan takut sob, ketika Anda benar-benar ingin mencari tahunya dengan usaha Anda sendiri, Allah  tidak tidur, Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar, oleh karena itu, Allah pasti menunjukan jalan untuk kita, ketika kita sungguh-sungguh untuk mencarinya, sob!! “kebenaran akan tersingkap untuk Anda”, maka dari itu usalahlah untuk mencarinya! Selama masih di dunia!

      Ok sob, semua yang telah dibahas, kita simpulkan bersama dan sekaligus PR buat sobat-sobatku yang dicintai Rasulullah:

  • Kita harus mencari tahu, apa makna cinta itu? Jangan sampai kita terjebak di dalamnya.
  • Bagi Anda yang ingin berkeluarga, harap cari pasangannya yang cocok dan juga jangan memandang hal yang bermateri pada kekasih Anda.
  • Cintailah Rasulullah dan keluarganya, karena mereka manusia suci dan sempurna, dalam cinta mereka tidak ada sebuah kekurangan sedikitpun.
  • Bagi Anda yang merasa pengikut Rasulullah, carilah siapa yang dimaksud keluarga Rasulullah, saya yakin dengan Anda, jika sungguh-sungguh mencarinya, Anda akan menemukan kebenaran itu.

MENGEJAR AKHIRAT BUKAN BERARTI MELALAIKAN DUNIA

         cinta-dunia-takut-mati Sesungguhnya fitrah manusia akan senang ketika orang lain memuji dirinya, dan akan merasa kecewa atau marah jika orang lain menghina dirinya. kondisi tersebut menandakan bahwa kekuatan jiwa masih lemah, karena masih terpengaruh oleh keadaan sekitar atau mungkin manusia itu merasa memiliki harga diri dan ingin dihargai oleh manusia yang lainnya padahal belum tentu memiliki harga dihadapan sang Maha Pencipta.

        Seharusnya kita mengetahui bahwa manusia hidup di dunia ini tidak memiliki apa-apa dan segala yang mereka miliki hanyalah titipan dari sang Maha Pencipta yang sewaktu-waktu titipan tersebut akan diambil oleh pemilik-Nya. Seperti halnya harta yang selama ini mereka cari mati-matian yang membuat dirinya terlena akan kehidupan akhirat, atau istri yang selama hidupnya paling ia cintai kemudian setelah mati nanti akan dinikahi dan dimiliki orang lain, begitu pula rumah yang ia bangun megah selama di dunia ini ketika ia meninggal akan di tempati oleh orang lain. Kecuali tiga hal yang akan kekal bersamanya, yaitu amal shaleh, harta yang ia sedekahkan, dan doa anak shaleh.

        Perlu kita ketahui bahwa sesungguhnya dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi mereka yang kafir. Banyak sekali ibarat-ibarat yang telah Rasulullah SAW berikan kepada kita akan bahayanya keterlenaan cinta terhadap dunia yang fana ini. Dan salah satu riwayatnya adalah sebagai berikut:

       Sebagaimana salah satu riwayat dari rasulullah SAW tentang bahaya tipudaya dunia terhadap manusia beliau ibaratkan sebagai sesuatu yang sangat menggiurkan tapi sangat membahayakan, bersabda Rasulullah SAW: “dunia itu bagaikan ular, lembek, lembut, dan indah tapi berbahaya”. yang mana orang bodoh ketika dihadapkan dengan hal-hal yang besifat duniawi akan cenderung antusias untuk memilikinya akan tetapi orang mengetahuinya akan menghindarinya.

          Perlu kita ketahui bersama apabila manusia selama hidup di dunia yang fana ini hanya memikirkan kehidupan di dunia saja tanpa memikiran kehidupan yang abadi di akhirat nanti, maka akan termasuk kedalam kategori orang yang merugi bahkan harga kehidupannya sangatlah rendah di sisi Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang dalam hidupnya hanya memikirkan isi perut dan yang ada di bawah perutnya, maka harga dirinya sama seperti yang keluar dari perut dan bawah perutnya”.

        Akan tetapi Kebanyakan orang salah dalam mengartikan tentang sabda Rasulullah SAW tentang menghindari kecintaan dunia ini. Memikirkan kehidupan akhirat dan melepaskan kesenangan dunia yang fana ini bukan berarti kita diharuskan hidup dalam kondisi miskin atau melarat, melainkan maknanya adalah beliau SAW menganjurkan kita sebisa mungkin harus memiliki kekayaan yang bersifat duniawi tapi tidak terikat olehnya.

        Dengan kita memiliki kekayaan yang dibarengi dengan keilmuan untuk mengelolanya, akan sangat bagus dibandingkan hidup miskin dan melarat. Memang betul menjadi orang miskin itu bagus karena orang miskin akan dapat ketenangan dalam menjalani kehidupannya tanpa akan takut kehilangan hartanya dicuri atau jiwanya merasa terancam, akan tetapi menjadi orang kaya yang kokoh dengan pondasi keilmuan dan qonaah yang kuatlah lebih bagus lagi dari pada menjadi orang yang miskin.

Jagalah Mutiaramu dalam Saku

 mutiara        Assalamu’alaikum. Hai sobat, bagaimana kabar Anda?, semoga Sang Rahman memberikan saluran kebaikan yang tak ada hentinya pada Anda semua, dan tak lupa atas hujjah-Nya yang telah mengorbankan semua hidupnya untuk kita dan dengan keberadaannya kita telah mengenal Pencipta alam ini. Serta orang-orang pilihan-Nya yang mempunyai pelita di sepanjang sejarah.
          InsyaAllah, pada pekan ini saya ingin membagi sedikit ilmu yang mudah-mudahan ada manfaatnya bagi Anda khusunya saya sendiri. Kali ini saya ingin membahas “Jagalah mutiaramu dalam saku”. Tabadur (pikiran) kita di saat mendengar sebuah kata mutiara dan dalam saku lazimnya pada suatu benda berharga yang terdapat dalam kantong baju atau celana kita. Bukan seperti itu?
      Meskipun tema ini berjudul “Jagalah mutiaramu dalam saku”, saya akan mengajak sobat-sobat semua untuk mengalihkan pikirannya pada “siapa sih, yang memberikan mutiara dalam sakuku?”. Sebabnya ada mutiara dalam saku, pasti kita memikirkan kedua orangtua. Di mana mereka bekerja?, dengan siapa mereka bekerja?, apakah pekerjaannya halal?, banyak hal yang harus ditanyakan pada orangtua kita asal-muasal uang saku, tapi, yang harus Anda ingat, yakinlah bahwa Bapak dan Ibu kita selalu memberi yang terbaik pada anak-anaknya.
        Ok, sobat-sobat yang dicintai Allah, saya ingin menanyakan satu hal pada diri kalian. Pernah tidak memikirkan sekejap saja tentang perjuangan orangtua kita untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari?, saya yakin dengan hasil yang sedikit orang-orang yang mempunyai orangtuanya suka lalai mengingat perjuangan bapak dan ibunya.
        Tidak bisa diragukan dengan hal semacam ini! Apapun yang kita kasih pada orangtua kita, baik itu berupa materi atau non materi, tetap saja tidak ada bisa tuk membanding dengan perjuangan kedua orangtua kita.
         Ada sebuah kisah tentang seorang pemuda yang mengadu pada Rasulullah. Ketika itu seorang pemuda berusaha payah dengan apa yang ia miliki tuk menggantikan semua yang telah orangtuanya kasih pada dirinya. Semua usahanya diceritakan pada Rasulullah, tapi Rasulullah dengan tenang dan tersenyum menjawab, “wahai pemuda, meskipun engkau menggendong ibumu mengelilingi Ka’bah sampai tuntas tugas ibadah ibumu, tak sedikitpun engkau bisa menyeimbangkan usaha ibumu yang telah ia berikan padamu”.
      Rasulullah Saw berkata,”janganlah kalian berdoa untuk bapak dan ibumu di saat meraka masih hidup, begitupun sebaliknya. Tapi, berdoalah setiap hari untuk kedua orangtuamu baik mereka masih hidup maupun sudah meninggal”.
        Sob, meskipun tulisan ini hanya segurat tulisan, tapi segurat inilah mengandung arti yang bermanfaat. Adanya kedua orangtua, kita bisa merasakan kehidupan dunia ini, bisa mengenal penciptanya, mengenal ciptaan-Nya. Maka, orangtualah asas kehidupan selama ini.
          Sob, satu pesan dari saya, “jangan kalian sia-siakan keberadaan orangtuamu, kalian akan merasakan ketika ditinggalkan bapak-ibu kalian!”.

Apakah Tuhan adil dalam masalah sosial?

       IMG_2742  Sekali lagi, Tuhan itu adil dalam masalah apapun bagi orang-orang yang sadar dengan fitrahnya. Akan tetapi, Tuhan tidak adil bagi orang-orang yang tidak sadar dengan fitrahnya. Didalam Islam sendiripun, yang beriman adanya Tuhan, terkadang  menganggap bahwa Tuhan itu tidak adil. Karena kenapa? Karena adanya perbedaan dari sisi sosial. Sebenarnya, perbedaan sosial bukanlah suatu yang sedikit-sedikit kita sandarkan kepada Allah Swt. Jangan sampai kita lupa, Allah Swt memberi kita ikhtiyar (kehendak bebas). Kebanyakan manusia yang tidak menggunakan kesadaran fitrahnya berpendapat bahwa Allah Swt memberikan ikatan jabr (determinasi) terhadap ciptaan-Nya. Tidak, Allah Swt tidak mengikat makhluk-Nya dengan jabr (determinasi). Begitupula dalam masalah sosial dan ekonomi. Di kehidupan ini, manusia bebas memilih apa yang dia butuhkan, bahkan apa yang dia inginkan sekalipun. Manusia memilih dengan pilihan mereka sendiri. Akan tetapi jika pilihan yang dia dapatkan menurut dia tidak begitu membuat dia merasa puas dan senang dan bahkan membuat dia menderita, maka mulailah dia menyandarkan bahwa Tuhan itu tidak adil. Seperti itulah sebagian manusia, mereka tidak berfikir bahwa itu adalah pilihannya sendiri.

        Ada sebuah contoh dalam masalah sosial, yaitu didalam perbedaan sosial antara Islam dan Barat, yang beriman kepada Allah Swt dan yang tidak beriman kepada-Nya. Orang Islam beriman kepada Allah Swt, akan tetapi, hidupnya banyak yang menderita, miskin, berkekurangan dari segi finansial, dan lain-lain yang seperti kita ketahui bersama. Jika dibandingkan dengan kehidupan Barat, mereka hidup makmur, kaya,  tidak kekurangan dari segi finansial, negaranya maju, sangat sedikit yang miskin.

        Dari sini bisa kita lihat bahwa Tuhan tidak adil. Dia membiarkan orang-orang yang beriman kepada-Nya miskin, menderita, berkekurangan dari segi ekonomi dan membuat orang  yang tidak beriman kepada-Nya kaya, makmur, serba berkecukupan dari segi ekonomi, hidupnya enak tidak seperti orang Islam yang beriman kepada-Nya.

       Muncullah pertanyaan, apakah Tuhan adil dalam masalah tersebut? Yang harus kita ketahui dahulu adalah bahwa semua perbuatan manusia itu tidak terlepas dari yang namanya ikhtiyar (kehendak bebas). Apa yang mereka dapatkan itu adalah dari pilihan mereka sendiri dan tidak ada keterpaksaan dari Tuhan sedikitpun.

        Manusia bebas dalam menentukan pilihannya dan tindakannya, terlepas dari tekanan dan paksaan dari pihak mana pun. Tuhan tidak mencampuri sama-sekali manusia dalam menentukan tindakan dan pilihannya. Karena seseorang bebas menentukan pilihannya dalam setiap kehendaknya, – yakni dengan suatu kehendak yang bebas dan mandiri (free will) -, maka layak baginya balasan atas perbuatan baiknya maupun perbuatan jahatnya, ini berarti ranah kekuasaan-Nya atas kehidupan manusia terbatas. Artinya Ia tidak bersifat Mahakuasa.

       Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa Islam itu sebagian besar miskin-miskin sementara orang barat yang tidak beriman kepada Allah Swt kaya-kaya, yaitu:

  • Kurangnya ilmu pengetahuan.
  • Sedikitnya usaha dan selalu ingin yang namanya instan atau tidak mau repot-repot.
  • Tidak adanya keinginan untuk maju dan bangkit.
  • Masuknya para penjajah ke Indonesia dan menjajahnya, serta mengambil apa yang mereka butuhkan dan membiarkan orang-orang Islam mati kelaparan dan menderita, dan lain-lain.
  • Kesadaran fitrah manusia menolak jabr (determinisme)

       Manusia di dunia, apakah dia beragama atau atheis, manusia jaman dulu atau jaman modern, yang kaya dan yang miskin, manusia dari negeri maju ataupun negeri yang tertinggal, semua percaya bahwa hukum harus mengatur dan berkuasa pada masyarakat dan individu-individu anggota masyarakat harus bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugasnya dan siapa pun yang melanggar hukum dan tatanan harus memperoleh suatu sanksi sebagai konsekuensi.

      Ini jelas merupakan suatu pemahaman yang berlandaskan pada kenyataan bahwa seorang manusia memiliki kehendak bebas (free will) dalam memilih dan melaksanakan tindakan-tindakannya, dan tidak dikendalikan oleh “tangan-tangan gaib” di luar dirinya. Sehingga, oleh karena itu, ia menjadi patut untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

        Kesepakatan seluruh manusia akan perlunya hukum, jelas menjadi bukti bahwa fitrah manusia sadar bahwa pemahaman jabr (determinisme) keliru, dan fitrah manusia sadar bahwa dirinya dikaruniai kebebasan memilih tindakan-tindakannya. Karena ia benar-benar bebas memilih tindakan-tindakannya, maka adalah layak baginya bahwa ia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Kehendak Bebas Manusia Tidak Berkontradiksi Dengan Kemahakuasaan Tuhan Yang Mahapemurah.

       Perenungan akan kesadaran diri dan kehendaknya serta tindakannya menetapkan bahwa kita benar-benar bebas memilih tindakan yang hendak kita lakukan. Ini menetapkan bahwa tindakan kita benar-benar atas dasar kehendak kita sendiri yang bebas, tanpa paksaan “tangan-tangan gaib” dari luar diri kita, secara mandiri.

        Di tinjau dari sisi lain, perbuatan kita, adalah bagian dari al-wujudat al-imkaniyyah (keberadaan-keberadaan yang mungkin) , tidak ada bagian mana pun dari semesta yang tidak beremanasi dari Wajib al-Wujud. Dari sisi ini, seluruh perbuatan dan kehendak bebas kita tidak terlepas dari dan adalah beremanasi dari Al-Wahid Al-Qahhar, – yakni Dia Yang Mahasempurna dalam Ketunggalan dan Kekuasaan-Nya.

       Kenyataan bahwa seluruh perbuatan dan kehendak bebas kita beremanasi dariNya, sama sekali tidak mengurangi makna dan realitas kemandirian dan kehendak bebas kita pada saat melakukan suatu tindakan. Maka tidak ada kontradiksi antara kehendak bebas manusia dan Kemahakuasaan-Nya.

       Bahwa perbuatan manusia adalah benar-benar berdasarkan kehendak bebasnya dan ditinjau dari sudut pandang lain sama sekali tidak terlepas dari KemahakuasaanNya adalah pemahaman yang benar. Pemahaman ini biasanya disebut al-amru bayna al-amrayn , yakni bukan jabr (determinisme) murni, bukan pula tawfidh (pelimpahan) murni, namun sesuatu yang lain dari keduanya.

    Jadi disini adalah bahwa Tuhan tidak mencampuri urusan manusia dalam kehendaknya. Semua pilihan itu murni dari manusia itu sendiri. Ketika kita mengambil pilihan dan ternyata pilihan yang kita dapatkan tidak begitu memuaskan, maka kita harus terima apa adanya. Begitu pula sebaliknya, jika kita dengan pilihan kita mendapatkan kenikmatan yang membuat kita merasa bahagia, maka kita sebagai orang yang beriman harus bersyukur.

 

Kunci Kesempurnaan Manusia.

ujian-hidup          Para filosof sejak dulu mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berfikir. Mereka memahami bahwa esensi manusia tidak terlepas dari unsur Hewaniah (kebinatangan) yang merupakan sisi persamaan antara manusia dengan jenis binatang lainnya, dan Natiqiyah (pola fikir) yang membedakan mereka dari makhluk selainnya. Berdasarkan ini, para filosof menyimpulkan bahwa dalam waktu yang sama manusia adalah manusia (yang memikul unsur-unsur kemanusiaan) dan binatang (yang memiliki unsur-unsur kebinatangan).

           Di sisi lain, para teolog berpendapat bahwa manusia adalah eksistensi yang memiliki dimensi akal dan tabiat (potensi) seperti ghadab (marah), syahwat, dan hawa nafsu. Yang dengan kolaborasi kedua dimensi tersebut, manusia bisa melejit ke puncak kesempurnaannya yaitu kemanusiaannya, atau sebaliknya mendarat di dasar kehinaannya yaitu kebinatangannya. Semuanya tergantung bagaimna mereka memahami dan memanfaatkan kedua dimensi ini.

          Lantas bagaimana manusia memanfaatkan potensi yang dimilikinya agar sampai kepada kesempurnaannya dan terhindar dari lubang kehinaannya?.

           Jawaban atas pertanyaan ini sejak lama telah diajukan oleh sang pemimpin spritual manusia setelah nabi SAW, yaitu Imam Ali As. Dalam salah satu perkataannya beliau menjelaskan, “Sesungguhnya Allah azza wa jalla memberi malaikat akal tanpa syahwat, dan memberi hewan (binatang) syahwat tanpa akal, dan memberi manusia akal dan syahwat. Barang siapa yang menjadikan akalnya pemimpin atas syahwatnya, maka dia lebih mulia dari malaikat. Dan barang siapa yang menjadikan syahwatnya pemimpin bagi akalnya, maka dia lebih hina dari binatang,”

           Hadits ini dengan gamblang menjelaskan bahwa satu-satunya jalan agar manusia mampu mencapai kesempurnaannya adalah dengan menjadikan akal sebagai pemimpin bagi potensi lain yang ada dalam dirinya. Yaitu menjadikan akal sebagai satu-satunya filter yang senantiasa mengontrol dan mengatur segala aktivitas potensi-potensi tersebut. Dengan demikian, segala aktivitas dan prilaku manusia akan sesuai dengan akalnya.

Dalam kumpulan Sya’irnya Ali bin Abi Thalib menjelaskan,

Paling utama pemberian Ar-Rahman kepada seseorang adalah akalnya

Kebaikan apapun tidak menyerupai keutamaannya

Jika Dia menyempurnakan akalnya

Maka sempurnalah akhlak dan budi pekertinya

Kesempurnaan akal menghiasi seorang pemuda di sosialnya

Meski dia kekurangan dalam pendapatannya.

Hinalah sosial orang yang kurang akalnya

Meski keturunan dan kedudukan membesarkannya.

          Namun, jika manusia lebih mengutamakan potensi lain (seperti syahwat) dari akalnya, maka dia akan terjatuh ke dasar kehinaannya. Hal ini karena akal yang seharusnya menjadi filter dalam setiap aktivitasnya, malah menjadi mesin penghasil yang menunjang kerakusan syahwat dan kehausan hawa nafsunya.

            Konsekuensi logisnya, kehidupan mereka akan senantiasa diwarnai dengan akhlak dan budi pekerti yang buruk dan tercela. Hal ini, karena kelaziman pertama dari mengikuti hawa nafsu dan syahwat yang ditunjang oleh kecerdasan akal adalah lahirnya sifat-sifat tercela seperti rakus, pemarah, hasud, iri dan dengki, munafik, dan sifat-sifat tercela lainnya yang menghantarkan mereka ke lubang kehinaan.

            Karenanya, Al-Imam As menegaskan, ” barang siapa yang menjadikan syahwatnya pemimpin dalam jiwanya, maka dia lebih hina dari binatang.”

           Berdasarkan hal di atas, jelaslah bahwa faktor utama kesempurnaan seseorang terdapat dalam dirinya, begitu juga sebaliknya. Tinggal bagaimana dia memanfaatkan dan mengoperasikan faktor tersebut, apakah dioperasikan kejalan kesempurnaannya, atau sebaliknya.